Chapter 1: New Season

Chapter 1: New Season

A Chapter by Aga ALana
"

Welcome in Seirin High School! Fukushima Haruhi, she's new student in Seirin High School, when she wants to cry, she meet Kuroko Tetsuya...

"

Aku melihat pertandingan Winter Cup tahun lalu, di mana aku terkagum melihat permainan mereka. Terutama pada sebuah cahaya kilat biru itu…

 

 

Pertandingan Winter Cup menjadi akhir semester genap tahun ini dan menjadi pertanda akan kenaikan kelas dan juga kelulusan. Air mata akan kelulusan dan harap cemas saat pertama kali masuk menjadi murid baru atau akan sekelas dengan siapa, apa akan sekelas dengan teman lama atau seluruhnya teman baru hingga menjadi canggung untuk bergaul pertama kali dalam kelas.

 

Ne-chan[1]! Aku senang satu sekolah lagi sama ne-chan!” seru gadis itu.

Mereka berdua tengah dalam perjalanan menuju sekolah mereka.

“Haruhi, kamu ini! Ne-chan heran deh sama kamu, kenapa mau masuk ke Seirin? Sudah kubilang berkali-kali kalau di sana tak ada klub basket perempuan!” kesal kakaknya itu.

“Habis, ‘kan Haruhi sudah bilang kalau aku mau satu sekolah sama ne-chan! Ne-chan tahu sendiri kalau aku selalu gugup di hari pertama? Jalan aja gak bisa, apalagi masuk sekolah, gerbangnya aja mengerikan!” kata Haruhi antusias, berbeda dengan ucapannya yang seolah ia seperti siswi pemalu.

“Haah, kamu ini!” desah kakaknya lemas.

Dan tak lama, mereka pun sampai di SMA Swasta Seirin. Saat di depan gerbang, sudah banyak yang menatap mereka berdua �"lebih tepatnya ke arah kakaknya Haruhi karena ia adalah pemain tenis perempuan terbaik di Seirin, dan banyak yang menyapanya.

“Wa~h, ne-chan populer, ya,” kagum Haruhi.

Maa nee[2],” kata Mika menutupi rasa malunya.

“Mika-ne!” kesal Haruhi karena kakaknya suka menutup-nutupi keadaannya apalagi kepopulerannya saat ini.

“Sudah sana cepat pergi! Nanti terlambat ke acara pembukaan murid baru!”

Hai`! mata atode ne, Mika-ne![3]” Haruhi pun segera masuk dan meninggalkan Mika.

Jaa[4]! Mika sendiri pergi ke ruang klubnya untuk menyiapkan promosi klubnya pada siswa baru.

 

 

Acara pembukaan pun selesai dan Haruhi mulai mencari klub mana yang akan ia ikuti di sekolah barunya itu. Apa ia akan mengikuti Mika ke klub tenis? Atau klub lain? Ah, sayang ya, di Seirin gak ada klub basket perempuan, sesal Haruhi. Namun begitu... Haruhi memandang kedua tangannya dengan sedih, ...aku tak bisa bermain lagi. Ah, aku memang pengecut!

Haruhi kembali berjalan menelusuri sepanjang koridor kelas dan keluar halaman. Para senior dari berbagai klub sangat ramai dan berantusias membagikan selembaran penerimaan anggota baru kepada siswa baru seperti Haruhi. Haruhi berpikir, mungkin ia akan mulai dari awal tapi tidak untuk basket. Ia tak ingin bermain basket lagi saat SMP dulu. Namun ia melihat anggota tim basket Seirin sedang membagikan lembaran pada siswa baru yang melewati mereka. Banyak yang mengambil lembaran itu, namun kenyataannya yang mendaftar hanya beberapa.

Mungkin karena hari pertama. Harus optimis! kata Hyuuga, kapten basket Seirin itu dalam hati.

Dari jauh, Haruhi hanya mengamati para anggota tim basket itu. Tiga laki-laki. Yang berkacamata, mata sipit dan juga yang berambut biru. Mereka bertiga adalah tim inti basket Seirin yang ia lihat saat pertandingan Winter Cup yang lalu. Kenapa Haruhi tahu? Karena ia mengikuti pertandingan Winter Cup dari awal hingga akhir dan sebenarnya ia juga lumayan kenal dengan wajah bahkan mengetahui nama mereka masing-masing. Dan lagi karena ada Mika, kakaknya yang sekolah di Seirin, ia meminta jadwal pertandingan Winter Cup pada kakaknya dan Mika pun mau saja melakukannya karena ia tahu bahwa adiknya sangat menyukai dunia basket. Dan juga untuk membalut luka hati Haruhi.

“Jadi benar, ya, tak ada klub basket perempuan?” sedih Haruhi saat berjalan kembali ke kelasnya. Ia ingin mengambil barang yang tertinggal di bangkunya.

“Ah, kenapa tak kubuat saja klub basket khusus perempuan! Sama halnya dengan tim basket Seirin saat ini. Kudengar mereka membuatnya saat senpai kelas tiga sekarang masih di kelas satu. Mereka mengumpulkan orang-orang yang ingin bermain basket lalau minta persetujuan guru! Andai saja aku dapat minimal lima orang termasuk aku, setidaknya sebagai tim inti, mungkin saja bisa!”

Haruhi mendapat ide dan segera mempraktekkannya. Dimulai dari bertemu dengan wali kelasnya �"karena hanya beliau yang ia kenal akrab, meminta saran tentang keinginannya membuat klub basket perempuan. Guru itu menyuruhnya untuk pergi ke ruang OSIS dan mengutarakan keinginannya.

“Klub di sekolah ini sudah banyak, Fukushima-san. Aku selalu takut dan sedih melihat klub-klub yang tidak terurus dan pada akhirnya berhenti di tengah jalan,” sesal wakil ketua OSIS pada Haruhi. Memang saat itu hanya ada wakil ketua di ruangan OSIS karena sang ketua sedang ‘patroli’ di luar.

“Ya... aku juga berpikir begitu,” kata Haruhi sedih. “Tapi... aku akan berusaha! Aku tak akan seperti orang lain. Aku akan berusaha mengumpulkan anggota dengan jujur. Jika tak berhasil dalam seminggu ini, aku akan menyerah. Untuk itu, kumohon, tolong beri formulir pendaftaran klub baru padaku!” Haruhi mengungkapkan keinginannya sepenuh hati dan membungkuk dalam-dalam di depan wakil ketua OSIS. Hal itu membuatnya merasa tak enak hati melihat seorang murid baru yang dengan keinginannya yang kuat.

“A..ah.. baiklah. Sudah, sudah,” wakil ketua itu menyuruhnya bangkit dan memberikan formulir kepadanya. Haruhi sangat senang.

“Waa... arigatou gozaimasu![5]

Doiteshimashite. Ganbatte ne![6]

Hai’! Kalau begitu aku permisi dulu.”

 

 

Sudah tiga hari semenjak ia meminta formulir pendaftaran klub baru pada wakil ketua OSIS namun tak ada satu pun yang mengisi formulir itu kecuali dirinya sendiri. Ia telah berusaha sebisanya. Pertama, mempromosikan klub yang akan ia buat di depan kelasnya, membujuk bahkan sampai cara memikat hati �"seperti merayu eh, tapi bukan berarti merayu dalam artian negatif, merayu dalam kata arti memuji sampai membuat orang ge-er atau iming-iming akan ditraktir, tapi itu semua nihil!

“Huwa~ apa aku harus menyerah aja? Kesse’~[7].

Haruhi memandang kertas formulir pendaftaran itu lemas. Ia tak tahu harus bagaimana lagi, siapa lagi yang akan ia ajak. Di sisi lain hatinya, ia masih belum siap untuk bermain. Trauma dalam hatinya masih teriris. Ia tak ingin melakukan kesalahan yang kedua kalinya. Namun di sisi lain hatinya berkata bahwa hatinya akan sembuh hanya dengan cara ia bermain kembali, bermain basket, bukan lari dari kenyataan dan mengubah semua pikiran orang-orang bahwa ia masih seorang player.

Tanpa sadar, Haruhi telah berada di pintu ruang lapangan basket. Ia mendengar decitan sepatu dan lantunan bola yang sangat berirama. Jantungnya berdegup kencang. Ia ingin ke sana. Ia ingin bermain!

Haruhi ingin melihat latihan tim basket Seirin itu. Namun rasanya sebagai anak baru dan lagi tak memiliki kenalan dalam tim itu rasanya sangat asing baginya dan juga bagi semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut. Ia mengurungkan niatnya dan bersegera pergi.

DUK!

Aa, gomenasai![8]

Tanpa sengaja, Haruhi telah menabrak seseorang, ia langsung meminta maaf.

Iie, daijoubu,[9]” jawab orang itu ramah. Awalnya ia agak kesal, namun saat melihat Haruhi langsung minta maaf, ia juga merasa tak berhak membentaki anak itu.

Haruhi melihat orang yang ia tabrak, ‘Aida Riko?’ cengangnya.

Riko melihat sebuah kertas terbalik yang jatuh di depannya, lalu mengambilnya. Ia melihat kertas formulir milik Haruhi dan sedikit terkejut. Sedangkan Haruhi sendiri kaget bukan main.

A..a..e..e..eto...” Haruhi kegagapan.

“Punyamu?” tanya Riko walau sebenarnya ia sudah berpikir kalau itu memang punya Haruhi.

Ha..hai’,” jawab Haruhi malu.

Riko mengembalikan kertas itu pada Haruhi. Sedangkan Haruhi sendiri tak tahu harus bertingkah seperti apa, dengan malu-malu ia mengambil kertas itu dari tangan Riko, menunduk lalu pergi.

Gawat, gawat, gawaaat!!

Haruhi setengah berlari menjauhi lapangan basket menuju halaman sekolah. Siang ini cuacanya cerah hingga menyilaukan matanya yang memandang langit biru. Dari kejauhan ia melihat klub baseball sedang latihan. Lalu, klub tenis perempuan sedang berlari bersama mengelilingi sekolah. Dari sekian gadis-gadis yang berlari itu, Haruhi melihat Mika yang berlari paling depan, ia tersenyum ke arah Mika walau kakaknya itu tak melihatnya.

“Semuanya berusaha kuat!”

Dari kata semangat yang ia lontarkan, ada kesedihan yang dalam. Haruhi masih tampak seperti gadis yang bersemangat namun dalam hatinya sangat sedih dan sebenarnya ia telah kehilangan kekuatan untuk bergerak. Ia sendiri juga heran kenapa ia masih bisa berusaha mencari anggota. Dorongan hati kah? Aneh! Aku ingin bermain tapi tak bisa. Aku ingin menyerah tapi tak bisa. Aku ingin berlari, tapi kemana?

Haruhi kembali menatap langit biru, ia tersenyum karena kehangatan matahari seperti mengisi kembali energinya yang hilang. Namun air mata tak mampu ia tahan hingga keluar mengalir di pipinya. Haruhi membiarkan air mata itu keluar, ia tak ingin menghapusnya, lebih tepatnya ia tak memiliki kekuatan untuk melakukannya.

Hapus air matamu, hatinya yang keras kembali membangunkannya. Menyuruhnya untuk tak menyerah. Ia menghapus air matanya saat ia merasakan aura seseorang berada dibelakangnya. Dengan mata yang masih lembab, Haruhi membalikkan badan.

Laki-laki itu setengah kaget namun ekspresi wajahnya tetap tenang. “Daijoubu desuka?[10]” tanya orang itu.

Haruhi mengumpulkan suaranya untuk menjawab dan mencoba tersenyum. “Hmm, daijoubu[11]!” Haruhi permisi pergi, menunduk dan pergi.

“Apa benar tak apa?” heran laki-laki itu. “Tapi...... ia bisa merasakan kehadiranku. Dia bukan orang biasa.”

Kini Haruhi berhenti berlari dan tiba di depan klub tenis di mana kakaknya berada. Dan benar, Mika ada disana. “Haruhi?”

Mika heran tapi juga senang melihat Haruhi berada di depan ruangan klubnya. Mika mengajaknya masuk. Walau masih malu, Haruhi tetap masuk dan melihat klub itu, orang-orang yang ada di sana, suasananya, semuanya. Haruhi merasakan energi yang luar biasa dalam klub tersebut. Ia sempat berpikir, apa salahnya ia bergabung di klub ini? Dengan begitu ia akan mulai dari awal membentuk dirinya yang baru. Namun jika ia mendapatkan masalah yang sama kembali... apa ia akan bisa dianggap baik-baik saja?

“Jadi, ada urusan apa kamu ke sini, Haruhi?” tanya Mika.

 

 

“Huh! Kemana sih si Kuroko?! Beli minuman saja lama sekali!” kesal Riko sambil melihat jam yang ada di handphonenya.

“Aku sudah tiba, Aida-san,” jawab Kuroko.

“Huwa! Sejak kapan?!!” kaget Riko melihat Kuroko yang tiba-tiba telah ada di sampingnya.

“Hoi, Kuroko! Kenapa lama sekali pergi membeli minuman?!” kesal Kagami menghampiri. Semua anggota tim basket Seirin beristirahat sebentar dan langsung menyambar minuman kaleng yang dibawa Kuroko.

Kagami heran melihat ekspresi bingung rekannya yang baru tiba dari membeli minuman. Walau ekspresi wajah Kuroko selalu sama namun Kagami telah dapat menebak ekspresi wajah rekannya itu.

“Ada apa dengan ekspresi itu? Apa kau membeli minumannya kurang? Atau jangan-jangan kau lupa membawa uang lebih lalu berhutang pada seseorang?” terka Kagami.

Iie[12]. Hanya saja...” Kuroko terdiam sebentar, ia belum yakin dengan perasaannya. “Ada seseorang yang dapat merasakan kehadiranku tanpa kusapa.”



[1] Panggilan untuk kakak perempuan, kependekan dari ane

[2] Mungkin (digunakan karena ragu)

[3] Iya! Samapai ketemu lagi, Kak Mika!

[4] Daa

[5] Terimakasih banyak

[6] Sama-sama. Berusahalah!

[7] Kesal~

[8] Ah, maaf!

[9] Tak apa-apa.

[10] Apa kamu baik-baik saja?

[11] Baik, kok.

[12] Tidak.



© 2014 Aga ALana


Author's Note

Aga ALana
in Indonesia language, you may to translate but no to claim! ^^ enjoy read~

My Review

Would you like to review this Chapter?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

487 Views
Added on September 26, 2014
Last Updated on September 26, 2014
Tags: fanfiction, sport, teen, comedy


Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana