Chapter 5

Chapter 5

A Chapter by Aga ALana
"

~Awal Impian Selangkah Terpenuhi~ “Yeah, you’re gonna try. Just try what you believe,” balas Kagami-san. Kali ini ia tersenyum. Ternyata ia taklah menakutkan dari kesan pertamaku padanya.

"
Di hari tes ujian kelas percepatan. . .

Atsui na...

Sepertinya aku lebih suka musim semi ketimbang tiga musim lainnya. Bulan ini telah memasuki musim panas, dan musim panas adalah musim yang tak terlalu kusukai. Badanku seolah berada di wajan yang siap untuk digoreng, atau berada di atas pemanggang namun pemanasnya ada di atas. Sinar matahari hari ini begitu panas.

Walau dalam ruanganpun, panasnya matahari begitu terasa membuatku harus fokus dua kali lipat dalam ujian ini. Dan aku harap aku tak salah tulis maupun tak salah hitung dalam menjawab setiap soal yang ada di hadapanku.

Beruntungnya, tanganku tak terlalu mengeluarkan keringat yang akan membasahi lembar jawaban. Jika seandainya ada setetes keringat saja yang menetes di lembaranku bisa saja memudarkan tulisanku, bukan? Seperti laki-laki di sebelahku, dengan badannya yang gumpal, ia terus-terusan melap keringat di leher, kening dan wajahnya. Aku yakin ia berkeringat bukan karena soal ujian, tapi karena panas matahari!

Aku juga agak terkejut dengan jadwal ujian yang diadakan di hari Minggu. Padahal, Haruhi mengajakku menemaninya, melihat timnya latihan di pantai hari ini. Kutolak ajakannya itu dengan alasan yang tak masuk akal, ada pertemuan dengan guru di sekolah karena menyangkut nilaiku. Haruhi pasti bakal pikir nilaiku begitu rendah sehingga aku harus pergi ke sekolah di hari Minggu. Mungkin ia menyangka aku ikut remedial, tapi mungkin itu lebih baik. Entah kenapa aku pikir itu tak apa.

Aah, padahal sayang banget! Kapan lagi aku bisa pergi jalan dengan Haruhi, bukan? Yah, walau itu hanya bertujuan latihan bagi timnya. Aku jadi berpikir, aku ini seperti seorang gadis yang ingin ke pantai karena ada yang ingin dilihat dari tim Seirin, tapi juga bukan, atau seolah seperti seorang laki-laki yang menyia-nyiakan kesempatan bisa jalan dengan gadis yang dekat dengannya �"maksudnya Haruhi, tapi aku bukan lesbian! BUKAN! Aku hanya... terlalu menyanjung Haruhi, dan hanya dia yang paling kupercaya.

Lagi pula... jika aku ikut ke pantai dengan Haruhi dan teman-temannya, aku tak punya pakaian renang sama sekali. Yang ada malah nantinya aku bakal pakai baju renang sekolah yang membosankan.

Ujiannya berjalan selama tiga jam. Tapi aku keluar dua puluh menit sebelum ujian selesai setelah tiga kali periksa ulang jawabanku. Sudah tak tahan lagi dengan suhu hari ini yang begitu panas.

Aah, jadi ingin makan es serut!

Kurapikan alat tulisku lalu keluar dari ruang ujian. Walau hari Minggu, masih ada klub yang aktif berlatih di lapangan maupun ruangan klub lainnya seperti klub melukis, klub musik dan klub geografi.

Tanpa singgah ke manapun, aku langsung pulang ke rumah. Sambil jalan menuju arah rumah, kuminum jus jeruk dingin kaleng yang kubeli di mesin penjual otomatis. Dipersimpangan jalan kulihat ada orang yang latihan di lapangan basket yang sering dipakai Haruhi.

Akupun mendekat, saat itu kulihat sosok Haruhi yang bermain basket dan beberapa orang lainnya.

“Haruhi?”

“Ah, Yuko-chan!”

Haruhi menyadari keberadaanku yang ada di luar lapangan. Ia melambaikan tangannya padaku dan menyuruhku bergabung dengannya. Aku menurut saja. Di sana ada beberapa laki-laki, dan kurasa mereka semua adalah anggota tim Seirin. Laki-laki yang kutemui beberapa hari yang lalu pulang bareng dengan Haruhi �"maksudnya Kuroko, lalu yang paling tinggi dari yang lain dengan rambut merahnya �"ia membicarakan Kagami, kalau tidak salah dia yang diketawain dengan Mika-chan, kakaknya Haruhi, lalu seorang laki-laki yang tampak biasa-biasa saja �"maksudnya Furihata Kouki, dan yang terakhir kalau tidak salah namanya Kazegawa, yang ikut perlombaan basket sama Haruhi itu, bukan? Sepertinya mereka berlatih di sini dengan Haruhi. Lalu, yang ke pantainya gimana?

Konnichiwa,” sapaku pada mereka.

Konnichiwa,” jawab mereka ramah.

Haruhi langsung menarikku mendekat ke teman-temannya itu. Aku agak malu berhadapan dengan laki-laki apalagi empat orang. Padahal aku punya dua kakak laki-laki dan para pekerja pengantar barang di rumah dan semuanya itu laki-laki. Tapi tetap saja aku malu. Herannya, Haruhi yang dulunya pemalu bisa jadi akrab dengan banyak laki-laki, maksudnya anggota timnya.

“Masih ingat dengan sahabatku ini? Yuko. Dia yang pernah mengantar paket spesial untuk latihan pertama kalian denganku,” Haruhi mencoba memperkenalkanku dengan anggota timnya itu.

Shitteru,” jawab Kazegawa tertawa.

“Yah, kamu memang sudah kenal Yuko sejak pertandingan street basketball!” timpal Haruhi.

Yang lain hanya mengangguk dan tersenyum padaku kecuali yang paling tinggi itu. Ia tampaknya ketus sekali!

“Kalian sedang latihan?” tanyaku.

“Iya,” jawab Haruhi ringan.

“Lalu ke pantainya gimana?”

“Oh, itu... tak jadi! Sayang sekali beberapa anggota tim banyak yang harus ikutan remedi hari ini, makanya kami batalkan dan diganti minggu depan. Yuko-chan sendiri bagaimana? Kamu benar habis dari sekolah? Remedi?”

Aa... e..to, eto, aku sih memang ikut ujian, tapi... bukan remedi,” jawabku gugup.

“Lalu?” bingung Haruhi. Ia menatapku dengan kepalanya dimiringkan sedikit ke kiri.

“Aku... ada ujian... ujian tambahan! Iya, ujian tambahan,” jawabku ngeles.

“Ujian tambahan kok di hari libur?” curiga Haruhi.

“Jujur aja kalau ikut ujian remedial. Ujian itu memang menyusahkan,” canda Kazegawa.

“Yee, aku mana mungkin remedial. Aku ‘kan pintar,” kataku agak sombong agar tak diremehkan. Haruhi dan Kazegawa tertawa.

Haruhi menepuk-nepuk pundakku, “Kazegawa-kun, jangan memandang sepele sahabatku ini. Kau tahu, temanku ini pintar, jangan samakan dengan... Kagami-senpai!” Haruhi menunjuk laki-laki berambut merah itu yang ternyata senpai-nya.

“Heh! Kau ini! Jangan sangkut-pautkan denganku! Tahu apa kamu tentang nilaiku, hah?!!” kesal yang bernama Kagami itu. Sepertinya ia sengaja mengerjai senpai-nya yang tampak mudah emosi itu.

Aku heran dengan Haruhi, ia dengan mudah mengerjai senpai-nya, tanpa basa-basi. Responku hanya tertawa kecil, terpaksa.

Jya, Yuko-chan, kasih tahu kami berapa kamu dapat nilai di ujian matematikamu yang terbaru?” tanya Haruhi padaku.

Kulihat Haruhi dan yang lain menatapku dengan wajah penasaran. Ia seperti ingin mendengar jawaban yang memuaskan agar candaannya pada Kagami-san berhasil. Kuhela nafas panjang, “Eto, sembilan puluh...” kataku agak malu-malu. Jawabanku taklah bohong.

“Ya, ‘kan! Yuko-chan itu pintar! Aku saja hanya sampai tujuh puluh sekian. Hahaha...” Haruhi menggaruk kepalanya. Sudah lama tak memperhatikan sahabatku ini, ternyata rambutnya telah mulai panjang lebih sebahu.

“Kau mengakui kekuranganmu?” heran Kagami dan Kazegawa tertawa.

“Huh, menurutku nilai matematika rendah itu wajar! Soalnya matematika itu susah, benar ‘kan?” jelas Haruhi polos. Ia mulai mengeluarkan aura jahat kembali. Ia berbisik padaku tapi suaranya masih bisa terdengar oleh yang lain, “Kau tahu, walau Kagami-senpai sudah lama tinggal di Amerika, nilai bahasa inggrisnya hanya dapat 45, lho! Mengecewakan banget!”

“Hah? Sou desuka?” kagetku. Aku kaget bukan karena nilai yang didapat oleh Kagami-san, tapi aku tak percaya kalau ia pernah tinggal di Amerika!

Yang lain tertawa mendengarnya, namun Kagami-san terlihat sangat kesal.

Haruhi tersenyum sinis pada senpai-nya itu. “Jya, Yuko-chan, kasih tahu kami berapa kamu dapat nilai di ujian bahasa inggrismu kemarin?”

Aku mulai terbawa suasana dan mencoba membalas candaan Haruhi. “Aku saja yang tak pernah tinggal di Amerika dapat nilai bahasa inggris dengan sempurna!”

Haruhi agak kaget mendengar jawabanku. “Maksudmu sempurna, seratus?”

Aku mengangguk.

Haruhi memelukku keras, “Kyaaa! Sahabatku ini ternyata memang sangat sangat pintar~! Jadikan aku muridmu, Yuko-chan~!”

“Kagami-kun, sepertinya statusmu pernah tinggal di Amerika hanya sia-sia saja, nilai bahasa inggrismu kalah dengan penduduk lokal,” timpal Kuroko-san dengan wajah polos.

Hounto!” tambah Kazegawa dan satunya lagi serentak, tertawa.

Urusee na!” kesalnya. Kini wajahnya tampak berwarna sama dengan rambutnya. “Don’t be satisfied with what you have. You are just lucky with what you learned.

Kagami-san memakai bahasa inggris, sepertinya ia ingin menantangku. Dan terlebih lagi, ia menganggapku remeh. Dan hal itu sangat tak kusukai.

I think, what I’ve had, that good mark, it’s not lucky anymore. I’ve studied hard to get it. Studying is not about lucky, but how the process you will do, and the mark is the result how you’ve tried.

Haruhi dan yang lain hanya tertegun melihat kami berdua berbicara bahasa Inggris. Bahasa Inggrisku lumayan karena tanpa orang-orang sadari, setiap kali aku sendiri aku sering bicara sendiri dengan bahasa inggris, juga sering mendengar lagu barat maupun movie-nya.

Yeah, you’re gonna try. Just try what you believe,” balas Kagami-san. Kali ini ia tersenyum. Ternyata ia taklah menakutkan dari kesan pertamaku padanya. Ah, apa mungkin hal ini yang disukai Mika pada laki-laki yang satu ini? Kudengar rumornya seperti itu~.

I’ve tried, haven’t I?

“Ahh! Sudah, sudah! Kalian sudah terlalu jauh bicara! Aku gak ngerti~” Haruhi merengek seperti anak kecil, mungkin telinganya sudah jadi kepiting rebus yang berwarna merah masak mendengar perbincangan berbahasa inggris.

Sou yo,” tambah Kazegawa, “Mau ikut bermain?”

“Eh?”

“Ayo! Ayo, Yuko-chan! Ikutan main!” ajak Haruhi, ia terus menarik tanganku.

“Ta..tapi aku tak bisa,” elakku malu. Walau begitu, akhirnya aku ikutan main walau kebanyakan duduk di tepi lapangan sebagai penonton.

 

 

Seminggu setelah ujian. . .

Dari sekian banyak siswa yang mengambil kelas percepatan yang mengerebuni papan pengumuman, aku mulai pasrah untuk melihatnya. Ya, bagaimana caranya lihat, mendekat saja tak bisa! Apa aku tunggu saja saat istirahat untuk melihat informasi ini? Tapi kalau jam istirahat, bukannya lebih ramai? Kutunggu saja sampai jam pelajaran masuk, semoga berkurang yang memadati papan ini.

“Ah, Shiraicchi?”

Kayaknya pernah dengar panggilan ini? Kutengok sebelah kiriku. Seorang laki-laki yang lebih tinggi dariku berdiri di sampingku. Dan juga, menarik perhatian orang sekitar.

Yo! Ohayou!

Ohayou gozaimasu, senpai,” balasku sopan.

Ia tampak tertarik dengan apa yang dilihat oleh siswa-siswa yang memadati papan pengumuman ini. Dengan badannya yang tinggi, kupikir ia bisa membaca tulisan yang ada di papan, setidaknya judulnya saja. Ketahuan dengan ia membaca judul pengumuman.

“Pe-ngu-mu-man... calon siswa yang diterima dalam ujian kelas percepatan...?” Ia melirikku, aku pura-pura tak melihatnya. “Apa kau ikut ini?” terkanya.

Hampir aku menggeleng. Tapi aku tak bisa bohong, entah kenapa. Aku mengangguk dua kali.

“Iyaa, tak mengejutkan lagi...”

Souka?”

“Berapa nomor ujianmu?”

E..eto... 022-1011... Shirai Yuko.”

“Hmm... coba kita lihat...” Ryouta-san tampak serius mencari nomor ujianku.

Arigatou senpai. Tapi... tak usah, biar aku saja yang mencari...”

“Ada!”

Ryouta-san menunjuk ke arah papan pengumuman itu. Ia menatapku dengan mata yang bersinar. “Kau lulus! Omedetou!

Hounto?” kagetku.

Ryouta-san menarikku ke depan, mencoba meminta jalan pada orang-orang yang ada di depan agar aku bisa maju . Ia menunjuk sebuah baris dengan nomor ujian dan namaku yang tertulis di kertas itu.

Aku lulus? Be-berarti belajar kerasku selama ini tak sia-sia, bukan? Aku masih tak percaya akan hasil ujian ini. Padahal awalnya aku tak terlalu berharap karena yang mengambil kelas percepatan ini kebanyakan siswa-siswa yang pintar dan memiliki prestasi study yang membanggakan sekolah. Saat itu aku terpaku, tak bergeming sedikitpun hingga Ryouta-san membiarkanku berdiri di depan papan pengumuman hingga tak ada lagi siswa lain disekelilingku.

Sial! Jam pelajaran pertama sudah dimulai!

Mereka semua dan Ryouta-san membiarkanku begitu saja tanpa memberitahu kalau bel pelajaran pertama telah berbunyi. Akh, kenapa aku bisa terpana dengan hasil ujian pertamaku ini? Ada-ada saja! Ini baru permulaan, Yuko!

Ujian yang sebenarnya akan diadakan bersamaan dengan ujian naik kelas. Ya, syarat terakhir dalam kelas percepatan ialah mengikuti ujian naik kelas dua. Siswa kelas satu akan mengikuti ujian kelas dua dan untuk siswa kelas dua nantinya akan ikut ujian kelulusan nantinya sama dengan kelas tiga.

Watashi ganbatte! Kataku dalam hati sambal mengepalkan tangan kananku ke langit. Sedetik kemudian aku tersadar, kulihat kiri-kanan, huft, untung tak ada yang melihat. Aku kembali pada sikap cangkangku yang terlihat tenang dan kaku berjalan ke kelas. Tapi sebenarnya dalam hati, aku ingin sekali jingkrak-jingkrak kesenangan melihat namaku ada di pengumuman.

 

Ganbatte nee,” bisik Kise dari jauh. Ia tersenyum saat melihat Yuko yang bersemangat itu. Dan sedikit tertawa saat gadis itu celingak-celinguk, mungkin ia takut terlihat tak kalem seperti biasa. Gadis itu pun pergi, cara jalannya saja sedikit berbeda, tampak lebih riang.

“Yo, Ryouta! Bel sudah bunyi. Apa yang kau lakukan di sini?” sapa temannya mendekati Kise.

“Oh, Takahashi! Kupikir siapa! Kamu sendiri bagaimana, baru tibakah?” balas Kise. Mereka jalan bersama menuju kelas mereka.

“Hmm, kalau dia ikut kelas percepatan berarti kalau lulus dia akan jadi murid kelas tiga juga, dong? Berarti jadi satu angkatan?” gumam Kise.

“Apa yang kau bicarakan? Kelas percepatan? Siapa?” heran Takahashi.

“Kalau ikut kelas percepatan dari kelas satu berarti naik kelas besok ‘dia’ akan setara dengan kita. Hah, kenapa aku tak memikirkannya, ya? Jadi ia tak akan memanggilku senpai, bukan?”

“Apa yang kau bicarakan? Aku sama sekali tak mengerti?! ‘Dia’ itu siapa? Apa ada perempuan yang menarik perhatianmu?” goda Takahashi sambal menyikut Kise.

“Entahlah, aku sendiri tak begitu mengerti. Tapi kalau dia naik ke kelas tiga, mungkin akan lebih menyenangkan kalau kita sekelas!” kata Kise tertawa membayangkan hal lucu akan terjadi saat kelas tiga esoknya.

 

 

Musim semi berganti menjadi musim panas. Hangatnya matahari menyinari setiap sudut ruang bumi. Musim yang sangat cocok untuk pergi bermain ke pantai dan dimanfaatkan untuk berjemur. Walau suhu menjadi lebih panas namun orang-orang tetap menikmatinya dengan menyantap es krim bersama. Lalu… waktu terus berputar. Mengantarkan kita pada musim gugur. Di mana pun mata memandang akan terlihat daun-daun berguguran di tanah. Suhu udara berubah menjadi dingin. Sesekali mendatangkan hujan, hujan berubah menjadi butiran salju menandakan datangnya musim dingin. Sekali lagi, manusia akan melewati akhir tahun dan merayakannya bersama orang-orang yang mereka cintai. Mengikuti arus kehidupan, kesibukan pada aktivitas, mencari kebahagiaan.

“Namun…apa yang kau cari bukanlah kebahagiaan sesungguhnya. Tahun telah berganti, bukan? Dan kini, salju mulai mengering dan pucuk-pucuk bunga akan segera menampakkan diri. Ada peri yang menunggu hari memetik buah. Ada manusia yang menunggu hari untuk tetap melanjutkan hidup…”

Kutipan sebuah novel yang kubaca dalam perjalanan ke sekolah. Ya, hari bergulir begitu cepat hingga tak kusadari telah berganti tahun. Walau tampak duduk tenang dalam kereta, tapi sebenarnya dalam hatiku sangat gugup karena aku akan kembali ke sekolah. Ada yang beda di tahun ini, aku tahu itu dan mungkin akan menjadi tahun terberat. Entah kenapa?



~to be continued ^^


© 2014 Aga ALana


My Review

Would you like to review this Chapter?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

137 Views
Added on September 29, 2014
Last Updated on September 29, 2014
Tags: life school, romance


Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana