05 – Idol ‘n Song

05 – Idol ‘n Song

A Chapter by Aga ALana

Yuzuru merasa lega melihat teman satu kamarnya kembali ceria seperti biasa. Chihiro kembali berdandan sebelum pergi sekolah, tak terlalu menonjol, ia mengikat rambutnya kebelakang bagian atas saja dengan di belakang tetap tergerai, memakai bedak dan lipgloss bening. Tapi karena itu dia menjadi bingung harus berdandan juga atau tidak.

Ia kembali melihat cermin lemari bajunya. Seakan bedak saja tak cukup menandingi Chihiro, tapi ia tak memiliki alat kosmetik apapun untuk menghias wajahnya. Dengan pasrah ia memakai bando dengan hiasan dua daun clover empat kelopak di bagian kiri, hanya itu �"setidaknya�" menghiasi dirinya yang hambar.

Meski ia selalu mengagumi diam-diam bagaimana Chihiro berhias diri tetap saja temannya itu selalu memberi pujian padanya secara lisan bahwa ia imut seperti biasa. Yang dipuji sendiri merasa tak percaya diri apa ia benar imut atau tidak, dan apa imut itu cocok untuknya karena ia merasa dirinya sendiri biasa saja. Tapi jika Chihiro yang bilang ia akan sangat merasa senang.

Setiba di dalam kelas A, seperti biasa Minami yang lebih dulu tiba di kelas menyapa mereka berdua. Sapaan Minami pada Chihiro berbeda dari hari sebelumnya, mereka saling bertosan dan saling melihatkan ibu jari. Yuzuru tak terlalu merespon tindakan dua temannya itu yang tanpa ia sadari telah sangat dekat sejak berbincang kemarin.

Lha, kok ada yang beda? pikir Yuzuru.

Telunjuknya ia tempelkan ke dagu, ia berpikir. Saat itu ia melihat Kira masuk ke kelas lewat pintu belakang bersama dengan Kurosawa Yosuke. Ia agak terkejut melihat mereka berdua terlihat akrab, padahal sebelumnya Kira tak terlalu dekat dengan Yosuke.

“Kira kok hari ini gak cari masalah ya?” gumam Yuzuru yang terdengar oleh Minami dan Chihiro.

“Ah iya!” kaget Chihiro, ia melihat kiri-kanan, “Dimana Kira?”

Yuzuru menunjuk ke arah dimana Kira berada. Saat itu juga Chihiro melihat Kira bersama Yosuke, terlihat mereka sedang asik membicarakan suatu hal. Chihiro juga terlihat kaget, dari pada dibilang kaget ia terlihat tertegun melihat tawa renyah Yosuke yang sudah lama tak ia lihat.

“Mereka dengan cepat akrab! Aku sendiri juga kaget,” ujar Minami. Ia menghela napas lega, “Seharusnya dari awal mereka seperti itu, dari pada selalu mengekor dibelakangku seperti anak itik!”

Yuzuru dan Chihiro memandang ke arah Minami bersamaan.

Ara? Mii-chan merasa kesepian?” goda Chihiro.

“Kenapa mereka bisa dekat kayak gitu?” tanya Yuzuru penasaran.

“Ada pertukaran kamar di asrama laki-laki sejak dua hari yang lalu, entah karena apa. Dan kemarin Yosuke baru pindah ke kamarnya Kira, sedangkan teman kamarnya yang lama pindah ke kamar lain. Semalaman itu mungkin mereka saling berkenalan dan jadi akrab seperti itu,” jelas Minami.

Yuzuru dan Chihiro hanya mengangguk-angguk mendengarnya dan terakhir mulut mereka terbuka sedikit membentuk huruf O.

“Kira, seme, uke? Uke?” gumam Yuzuru tak sengaja sambil memperhatikan Kira dan Yosuke kembali.

“Kamu gumam apa sih, Yuzuru-chan? Suka banget bergumam gak jelas,” heran Chihiro yang tak mengerti dengan apa yang dikatakan Yuzuru.

Minami langsung menutup mulutnya karena kaget dan matanya agak membulat. “Ya ampun, Yuzu-chan! Aku tak percaya dengan apa yang kamu katakan barusan!”

Chihiro tak mengerti. “Memang yang ia katakan apa?”

Mata Minami berkedip dua kali sebelum menjelaskan, ia ragu untuk menjelaskan atau tidak pada Chihiro.

“Itu istilah yang dipakai orang dalam cerita BL,” jelas Minami agak sedih, lalu ia melihat ke arah Yuzuru lalu memegang pundak temannya itu. “Aku tertipu dengan wajah dan sikap polosmu, Yuzu-chan. Bisa-bisanya kamu mengerti akan hal itu. Berhentilah, adik kecilku yang manis, itu virus berbahaya! Dewasa nanti masa depanmu akan suram!”

Selesai menjelaskan, Minami mengeluarkan sapu tangannya diusap ke pipi seakan mengelap air mata yang jatuh padahal tak ada sama sekali.

Yuzuru memasang wajah facepoker. “Apa sih, Minami berlebihan!”

“Memangnya cerita BL itu apa?” tanya Chihiro masih tak mengerti.

Boy Lovers,” ucap Minami sambil gigit sapu tangan.

Chihiro masih tak mengerti, terlihat dari wajahnya. Minami menepuk jidatnya tak percaya sedikitpun pada pergaulan Chihiro, walau tak mengerti setidaknya pernah dengar. Minami dengan lapang dada menjelaskan kembali.

“Cerita percintaan sesama cowok.”

“Apa?”

Mata Chihiro terbelalak, saking terkejut mendengarnya mulutnya yang terbuka tak ia tutup. Matanya beralih ke Yuzuru. Wajah polos anak itu melihatnya membuatnya tak percaya kalau Yuzuru pernah baca cerita seperti itu.

“Yuzuru-chan,” panggil Chihiro dengan suara lemah. Ia mengambil sapu tangannya lalu diusapkan ke pipi sama seperti yang dilakukan Minami.

Chihiro menepuk pundak kanan Yuzuru, sedangkan Minami menepuk pundak kirinya bersamaan dengan Chihiro. Mereka berdua memasang wajah berduka di depan Yuzuru.

“Aku kasian padamu, dek,” ucap Chihiro.

“Cinta itu memang rumit. Jangan kalah sama cowok ya,” Minami seakan memberi nasihat.

“Kalian ini ngomong apa sih?!” kesal Yuzuru. “Aku cuman baca sesekali, bukan hobi!”

Chihiro dan Minami mengeluarkan suara seakan menangis sendu.

“Iya, deh, gak lagi baca BL lagi di internet. Yuzuru janji. Udah jangan nangis lagi!”

 

 

Sesuai dengan rencana mereka tadi malam, Minami, Chihiro dan Yuzuru sudah merapikan meja masing-masing dan bergegas untuk keluar kelas. Mereka tak mau kehilangan Nanami Haruka disaat jam istirahat karena mereka hanya tahu akan menemui seniornya di kelas, jika tidak di kelas saat jam istirahat kemana mereka mencari Nanami Haruka dengan luasnya gedung sekolah? Cafetaria, ruang musik, perpustakaan? Jam istirahat tidak cukup untuk mencari satu orang yang belum tahu keberadaannya dimana.

Namun saat akan keluar kelas, Miyasaki-sensei memanggil Yuzuru sehingga langkah mereka bertiga terhenti.

“Ada apa sensei?” tanya Yuzuru.

Miyasaki-sensei mengulurkan tasnya pada Yuzuru, tanpa diminta Yuzuru merespon memegang tasnya. Dan Miyasaki-sensei melepaskan tangannya dari pegangan tas.

“Bawakan tas sensei, ya. Dan lagi, ada yang mau sensei katakan padamu. Jadi, ikut sensei ke ruang guru ya!”

Yuzuru kaget tapi tak mengeluarkan sepatah kata. Sedangkan Chihiro dan Minami tertegun tak mengerti kenapa Miyasaki-sensei ingin bicara dengan Yuzuru.

“Maaf, sensei, hari ini gak bisa. Besok aja gimana?” tawar Yuzuru, berharap diberi keringanan. Karena ia juga ingin bertemu dengan senior yang akan mereka temui.

Namun sensei menggelengkan kepala. “Sekarang.”

Sensei pun melangkah pergi ke luar kelas. Sebelum berbelok meninggalkan kelas, ia kembali menatap Yuzuru, mengisyaratkan agar anak itu mengikutinya segera. Dan ia kembali melangkah pergi menjauhi kelas. Di luar ia sempat disapa oleh beberapa murid yang mengaguminya.

Yuzuru masih berdiri di depan kelas. Pundaknya jatuh karena lemas, ia menghela napas dengan suara berat.

“Kenapa Miyasaki-sensei ingin bicara denganmu, Yuzu-chan?” tanya Minami heran.

“Aku bersikeras dengan sensei tugas deskripsi kemarin,” jawab Yuzuru lemah.

“Tugas jurusan kelas idol?” tanya Chihiro meyakinkan.

Yuzuru hanya mengangguk dua kali.

“Gimana nih, Chihiro-chan, Minami-chan? Aku ingin ikut kalian~” rengek Yuzuru. Ia tak mau ditinggal begitu saja. Ia juga tak ingin pergi ke ruang guru menghadap Miyasaki-sensei, tapi tasnya sensei ada padanya.

“Yaah, mau bagaimana lagi. Lain kali aja ya?”

Minami menepuk pundak Yuzuru. “Ini sebenarnya tugas sang komposer untuk menemui komposer senior, jadi... pergilah ke tempat Miyasaki-sensei dan selesaikan urusanmu dengan beliau! Bersemangatlah Yuzu-chan!”

“Ta...tapi....” Yuzuru mengharapkan sedikit harapan agar ditunggu. Ia ingin pergi, ia ingin menemui senior itu, ada bisikan dalam hatinya jika ia bertemu senior itu ia akan bisa membuat lagu juga membantu Yosuke menulis lagu.

“Yuzu-chan, jangan merengek seperti Kira. Aku gak suka!” ujar Minami sambil menepuk kedua pundak Yuzuru.

Pada akhirnya Minami dan Chihiro melambaikan tangan pada Yuzuru dan meninggalkannya yang masih mematung di depan kelas. Ia ingin ikut tapi ia tidak bisa, kenyataan yang membuat kakinya sulit untuk digerakkan kemana ia harus memilih langkah. Tak hanya tubuhnya yang mematung, sepertinya otak Yuzuru juga mematung tak merespon keadaan sekitarnya. Teman-teman sekelas pada melihatnya dengan tatapan bingung, dan Kira serta Yosuke sudah menepuk pundaknya dan memanggil namanya agar ia sadar.

Tapi ia masih tak merespon sama sekali.

Aku ingin ikuuuu~t...

 

 

“Sayang ya Yuzu-chan tak bisa ikut.”

Chihiro mengangguk sesal. “Apa tak sebaiknya tadi kita tunggu saja Yuzuru-chan?”

Minami menyilang kedua tangannya ke depan. “Aku juga pikir begitu, tapi nanti kita tak bertemu dengan Nanami-senpai di kelasnya.”

Chihiro mengangguk setuju.

Mereka berdua sudah ada di lorong kelas-kelas tahun kedua. Memang berjalan di antara senior agak risih, apalagi jika dilihat dengan tatapan tak mengenakkan dari para senior yang dilalui. Tapi Minami jalan seperti biasa tanpa melihatkan wajah gugup, beda dengan Chihiro yang tertunduk karena malu.

Hampir mendekati kelas A tahun kedua, mereka berdua bertemu Ringo-sensei tanpa sengaja. Wajah dan perasaan gugup itu hilang seketika melihat senyuman manis sensei yang satu itu. Tanpa ragu mereka berhenti untuk menyapa Ringo-sensei.

Konnichiwa, Ringo-sensei!”

Ohayou-ppu~. Kalian kelas A tahun pertama, bukan?” tebak Ringo-sensei.

Mereka berdua mengangguk senang karena sensei masih ingat mereka.

“Kalau tidak salah kamu Yamashita Chihiro-chan dan....” Ringo-sensei menunjuk ke arah Chihiro dan mengingat namanya, lalu jari telunjuknya mengarah ke Minami, tapi ia tak ingat nama Minami sehingga jari telunjuknya naik menepuk-nepuk ringan pipinya.

Minami merasa kecewa tapi ia juga sadar kalau sudah wajar Ringo-sensei tak mengenalnya. Ia tak pernah diminta memainkan sebuah lagu dengan piano saat Ringo-sensei mengajar di kelas mereka.

“Kirishima Minami desu,” ucap Minami pasrah mengucapkan namanya.

Aa, sou!” terka Ringo-sensei seakan mengingat nama itu. “Jadi, ada apa kalian ke kelas tahun kedua?” tanyanya seakan menerka tujuan mereka kesini.

Chihiro dan Minami saling memandang beberapa saat lalu beralih ke Ringo-sensei.

“Kami ingin menemui Nanami Haruka-senpai dari kelas A,” jawab Minami.

“Haruka-chan?” gumam Ringo-sensei bingung.

“Iya. Sebagai sesama komposer, kami ingin minta beberapa saran dari senior jurusan komposer juga,” tambah Chihiro.

Ringo-sensei menepuk tangan. “Aah, pasti tentang recording test?” terkanya semangat.

Chihiro dan Minami mengangguk mengiyakan.

“Memang meminta saran senior itu bagus. Tapi sebaiknya kalian membuat lagu sesuai dengan gaya musik kalian sendiri. Untuk meminta saran dan sedikit cerita pengalaman menurut sensei bagus juga. Kalau tidak salah Haruka-chan akan pergi menulis sebuah lagu untuk drama kelas, sebaiknya kalian cepat ke kelasnya sebelum dia sibuk.”

Chihiro dan Minami langsung membungkuk berterimakasih. “Arigatou gozaimasu, sensei!

Sambil melangkah Ringo-sensei melambaikan tangan. “Recording test, ganbatte nee~” Dan ia pun berlalu meninggalkan kedua muridnya.

Sekali lagi, Chihiro dan Minami membungkuk setelah Ringo-sensei berjalan membelakangi mereka. Hanya beberapa saat mereka langsung membalikkan badan dan melangkah agak cepat menuju kelas A tahun kedua.

 

 

Yuzuru sudah berada di depan ruang guru. Tangannya sudah memegang ganggang pintu tapi tak mau bergerak untuk menariknya ke bawah agar pintu terbuka. Ia masih menyiapkan hati dan kata-kata yang akan ia berikan pada wali kelasnya, Miyasaki-sensei.

“Sedang apa kamu berdiam diri di depan ruang guru?”

Yuzuru terkejut. Ia menoleh pada suara yang menyadarkannya dari lamunan. Seorang guru laki-laki berwajah tampan-tegas dengan stel pakaian rapi dan formal, agak bertolak belakang dengan rambut oren pendeknya yang berdiri. Yuzuru pernah melihatnya di televisi. Ia masih terdiam, mengingat siapa nama guru itu, yang pasti ia seorang aktor terkenal.

“Hei!” sapa guru itu lagi. Sekali lagi Yuzuru tersadar dari lamunan, reaksi kagetnya membuat guru itu bingung.

Yuzuru melangkah mundur, lalu membungkuk untuk minta maaf. “Maaf, Hyuga-sensei. Silahkan masuk duluan.”

Guru itu, Hyuga Ryuya masih heran kenapa murid satu itu hanya diam di depan ruang guru. Jika ia ada urusan dengan salah satu pengajar seharusnya ia cepat berhadapan dengan orang itu. Ia melangkah ke pintu dan membukanya. Pas saat itu Miyasaki-sensei ada di baliknya ingin keluar.

Miyasaki-sensei menyapa Hyuga, lalu matanya beralih ke Yuzuru dengan senyuman ramah.

“Yuzuru-chan, masuklah.”

Setelah Hyuga-sensei masuk, Yuzuru melangkah ke ruang guru agak malu-malu. Kepalanya agak menunduk saat berjalan. Setelah mendekati Miyasaki-sensei, ia memberikan tas sensei. Tapi sensei meraih tangannya dan membawanya ke tempat duduknya.

Miyasaki-sensei mempersilahkan Yuzuru duduk di hadapannya. Tak ada wajah tegang seperti kemarin, wajah yang tak bisa mengerti dengan tugas yang dibuat olehnya. Degupan jantung Yuzuru agak mulai tenang, ia seakan bisa untuk menceritakan tugas deskripsinya.

“Tugas...”

Sensei memanggil kamu kesini bukan karena tugas kemarin, Yuzuru-chan.”

“Eh?”

Miyasaki-sensei memang ingin menanyakan kembali tentang tugas deskripsi yang dibuat Yuzuru. Tapi ia sudah memikirkannya semalaman, dan ia tak mau memaksakan keinginannya. Setidaknya ia ingin tahu, lebih mengenal muridnya itu dan cara berpikir anak itu.

“Yuzuru-chan, sensei ingin dengar, apa tujuanmu masuk sekolah ini?”

Yuzuru awalnya terdiam. Ia berpikir sejenak sebelum menjawab.

“Aku suka bernyanyi.”

“Hanya itu?”

“Aku ingin laguku didengar semua orang.”

Miyasaki-sensei tetap diam dan tersenyum. Ia ingin Yuzuru terus bicara, dan ia menunggu.

Yuzuru menggigit sedikit bibir bagian dalam. Ia tahu sensei masih ingin mendengar jawaban yang lebih memuaskan hatinya.

“Karena aku tak bisa berkomunikasi baik dengan orang sekitarku. Walau sudah pun, dan berteman seakan terlihat akrab, tetap saja aku orang yang terlupakan. Atau menjadi orang terakhir diingat. Aku tak pandai dalam pelajaran apapun, olahragapun tidak. Saat kecil aku sudah suka bernyanyi, nenek yang mengajarkanku, dan harapan nenek terakhir �"meski tidak ia ucapkan langsung�" ia ingin aku menjadi penyanyi.

Aku juga tak bisa bilang menyanyi adalah keahlian terhebatku. Tapi saat bicara tentang musik, aku bisa bicara dengan ringan tanpa beban pada siapapun. Musik dan lagu menjadi komunikasi terbaikku.”

“Karena itu kamu tak mau menjadi terkenal?”

Yuzuru terdiam sesaat, lalu menggeleng.

“Jika kamu hanya ingin bernyanyi, dan musik adalah komunikasimu, apa bedanya kamu dengan musisi jalanan? Apa gunanya kamu masuk Saotome Academy?” tekan Miyasaki-sensei.

Yuzuru terkejut. Setengah bisikan hatinya membenarkan perkataan Miyasaki-sensei dan setengahnya lagi tak terima jika ia disamakan dengan musisi jalanan. Meski begitu ia juga tak mau sensei menjelekkan musisi jalanan. Siapapun yang ingin melalui jalur musik meski dengan jalan yang berbeda bukankah itu tetap saja mereka punya satu tujuan?

Miyasaki-sensei melihat Yuzuru yang masih terdiam, tak menjawab perkataannya. Kali ini ia berhasil mengendalikan suasana. Ia harap kemarin bisa seperti ini, namun tekanan kesibukan pekerjaan dan menjadi guru membuatnya kehilangan kendali.

Sensei memegang kedua tangan Yuzuru dengan lembut.

“Yuzuru-chan, semua yang masuk sekolah ini mengharapkan yang lebih. Mereka berjuang mati-matian agar bisa masuk dan bersekolah disini. Iya mereka menyukai musik, iya mereka ingin terkenal, iya mereka ingin diperhatikan dan menjadi pusat perhatian. Sensei tahu tujuan murid-murid itu berbeda, terutama kamu. Tapi apa kamu mengerti maksud sebenarnya dari seorang idol? Kamu mengambil jurusan idol karena ingin bernyanyi, bukan? Idol, tak hanya bernyanyi, ia hadir sebagai seseorang yang memberi energi pada siapapun yang melihatnya. Idol adalah contoh terbaik. Idol hadir untuk membawa keceriaan. Idol bukanlah pekerjaan yang main-main. Tanpa dikenal banyak orang idol bukanlah siapa-siapa. Cinta idol diperuntukan untuk semua orang. Apa, kamu mengerti maksud sensei, Yuzuru-chan?”

Yuzuru perlahan mengangguk. Apa yang dikatakan sensei benar, itulah dalam pikirnya. Ia memang tak berniat menjadi orang terkenal dan disorot banyak media, tapi jika ia tak dikenal banyak orang lagunya tak akan didengar, dan ia akan merasa kesepian.

“Kalau kamu sudah mengerti, sensei lega. Jangan pikirkan tugas yang lalu, kamu harus memperbaikinya di hari mendatang. Tak hanya lewat tulisan dan lisan, jawab tugas-tugas sekolah dengan sikapmu sebagai seorang idol.”

Miyasaki-sensei membuka resleting tasnya. Ia mengeluarkan dua permen lolipop.

“Sesekali makan yang manis juga gak pa-pa, kan? Idol juga manusia,” ujarnya riang.

Yuzuru mulai tersenyum melihat wajah Miyasaki-sensei yang bersahabat padanya. Ia menerima permen itu. Sensei menyuruhnya untuk makan, ia membuka bungkusnya dan menjilat sedikit ujung atas permen.

“Enak,” kata Yuzuru layaknya anak-anak.

Miyasaki-sensei tersenyum senang dan ikut makan permen bersamanya. Ia tak mempedulikan guru-guru lain yang memandang ke arah mereka dengan tatapan risih maupun tatapan baik.

 

 

Chihiro dan Minami sudah tiba di depan kelas A tahun kedua. Mereka masih ragu untuk menengok ke dalam kelas. Perlahan mereka mendongakkan kepala ke arah dalam kelas untuk mencari sosok yang mereka cari. Tapi Chihiro baru sadar kalau ia tak tahu wajah Nanami Haruka seperti apa. Ia pun mempercayakan pencarian pada Minami.

Tak lama seorang senior menghampiri mereka di pintu kelas.

“Kalian cari siapa?” tanyanya ramah.

Kedua pasang mata para gadis itu langsung terkejut sekaligus terpana melihat wajah ramah senior itu. Mereka ingin sekali menjerit, tapi ini bukanlah waktunya. Pikir mereka.

Chihiro mencubit lengan Minami sedikit, memintanya untuk bicara. Dengan gugup Minami mengeluarkan suara.

“A..pa Nanami Haruka-san ada di kelas?”

“Aah, Nanami, ya? Baru saja ia pergi keluar. Ia pergi ke ruang latihan.”

Terlihat wajah kecewa mereka berdua akan keterlambatan mereka menemui Nanami Haruka.

“Pasti sibuk, ya?” gumam Chihiro sesal.

“Apa kalian kenalannya Nanami?” tanya senior itu.

“Ee... iya...” jawab Minami gugup. “Kalau gitu, kita pamit dulu. Terimakasih.”

Mereka berdua menunduk sedikit, berbalik badan dan melangkah dengan cepat menjauhi kelas A tahun kedua. Mereka sangat malu dan gugup bicara dengan senior yang satu itu. Padahal seharusnya mereka senang. Tapi Minami yang pemberani pun tak ada kekuatan untuk bicara lebih dengannya.

Barulah di tengah jalan mereka menyesali satu hal.

“Chihiro-chan!”

“Iya?”

“Kenapa kita tadi gak kenalan aja sama senior tadi?” ucapnya kecewa pada diri sendiri.

Chihiro menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya, baru menyadari maksud Minami.

“Padahal aku sudah berdandan cantik biar senior cowok tertarik padaku. Tapi kenapa kita lupa ya? Sayang banget, senior tadi lumayan cakep!”

“Lumayan buat ngelupain Kurosawa Yosuke?” goda Minami.

“Mii-chan!” Chihiro spontan mencubit lengan Minami karena kesal.

“Tapi....”

Mereka berdua sama-sama menghela napas dengan keras, masih kecewa tak bisa berkenalan dengan senior laki-laki dari kelas A itu.

 

 

Di kelas A tahun kedua. Senior yang barusan bicara dengan Chihiro dan Minami terlihat heran dengan sikap mereka berdua. Hanya bertanya keberadaan Nanami Haruka, karena tidak ada mereka pun langsung pamit seakan tergesa-gesa. Dan ia sendiri tak pernah melihat dua orang itu sebelumnya, bahkan ia tak perhatikan bahwa barusan yang bicara dengannya ialah adik kelas.

Ia masih di dekat pintu kelas, melihat keluar. Seorang teman sekelas menghampirinya.

“Ada apa Otoya?” tanya teman sekelasnya itu, laki-laki bertubuh paling tinggi di kelas, memakai kacamata dan memiliki senyum yang sama ramah dengannya, Ittoki Otoya.

“Nacchan?” ia sedikit kaget dengan kehadiran Shinomiya Natsuki di sampingnya. “Ada dua siswi yang mencari Nanami. Tapi mereka pergi begitu saja setelah tahu Nanami tidak ada di kelas,” jelasnya. “Padahal aku sudah mengatakan Nanami ada di ruang latihan. Jika mereka tak pergi begitu saja, aku mau mengajak mereka ke tempat Nanami.”

“Hmm, begitu ya. Padahal kita juga akan ke tempat Haru-chan mendiskusikan lagu untuk drama kelas,” tambahnya menyayangkan.

Otoya mengangguk setuju.

Tak lama teman satu kelas mereka yang lain berjalan ke arah mereka, berlalu melewati Otoya dan Natsuki tanpa sepatah kata.

“Masa mau kemana?” tanya Otoya. Ia sengaja bertanya agar teman mereka, Hijirikawa Masato berhenti dan bicara padanya.

Masato berhenti dan menatap Otoya lalu Natsuki bergantian. “Ke teater. Mengambil jadwal penampilan drama kelas kita.”

“Perwakilan Masa-kun hebat! Kami mengandalkanmu!” ucap Natsuki semangat.

Masato hanya mengangguk sekali dan kembali berjalan meninggalkan kelas A dengan langkah cepat namun tetap tenang.

 

 

Yuzuru telah bicara dengan Miyasaki-sensei. Ia keluar dengan perasaan lega. Dan juga dengan perasaan mengerti akan satu hal, terutama tentang tugasnya kemarin. Deskripsi akan seorang idol. Ia juga sadar, bahwa ia terkadang suka keras kepala akan apa yang hanya ia mengerti, dan hal itu harus ia ubah, merubah sudut pandangnya terhadap apapun. Demi dunia musik yang sudah susah payah ia masuki.

Ia melangkah menjauhi ruang guru. Ia juga berniat menyusul Chihiro dan Minami ke kelas A tahun kedua. Tapi ia tak mau pergi sendiri, apalagi... ia baru sadar kalau ia �"juga�" tak tahu seperti apa Nanami Haruka itu. Jadi ia memutuskan untuk ke ruang latihan musik, ia ingin bermain piano. Mana tahu ia mendapat inspirasi membuat lagu untuk tugasnya.

Yuzuru berbelok dan menaiki tangga ke lantai dimana ruang latihan musik berada. Ia mencari ruangan yang kosong, tapi sepertinya sudah terisi oleh murid-murid lain, terutama tahun kedua karena mereka sedang menyiapkan sebuah drama musikal sebagai salah satu tugas mereka.

Ia menghela napas lemah. Bahkan ia tak bisa bermain piano untuk menghilangkan rasa jenuhnya. Yuzuru terus berjalan dengan lambat, berharap menemukan ruangan yang masih kosong.

Namun ia terhenti di depan salah satu ruang latihan. Ia mendengar alunan piano yang lain dari yang biasa ia dengar. Terdengar halus dan murni, indah dan jernih. Tanpa sadar ia melangkah ke pintu ruangan tersebut dan membuka pintu pelan-pelan. Ia melihat seseorang memainkan piano tanpa beban dan sangat terlihat bebas mengekspresikan alunan hatinya. Kakinya terus melangkah, meski lambat, dan kakinya berhenti begitu ada di tengah ruangan.

Ia masih memperhatikan orang itu bermain. Ia seakan tersihir, terdiam dan terpesona. Ia tak mampu menggerakkan kakinya selangkahpun, ia sudah merasa kakinya tak menginjak dataran.

Orang itu lambat mengetahui kehadiran Yuzuru, saat ia membuka sedikit matanya dan menatap lurus, saat itu ia melihat seseorang berdiri tak jauh dari piano yang ia mainkan. Perlahan jarinya berhenti bermain, lalu berhenti. Kemudian tersenyum ramah pada Yuzuru.

“Apa senpai . . . Nanami Haruka-san?”

Gadis itu agak terkejut, tapi kemudian ia tersenyum pada Yuzuru.

 



© 2015 Aga ALana


My Review

Would you like to review this Chapter?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

128 Views
Added on October 13, 2015
Last Updated on October 13, 2015


Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana