Chapter 6: Dua Nama yang Buas!

Chapter 6: Dua Nama yang Buas!

A Chapter by Aga ALana
"

Taiga dan Tora, dua nama yang memiliki tujuan yang sama...! Kiseki no Sedai!

"

BRUK!!

“Manajer tim basket Seirin, Fukushima Haruhi, kan?!”

Pagi hari, saat pelajaran belum dimulai dan baru beberapa murid yang telah datang di kelas, Kazegawa Tora langsung masuk ke kelas, menepuk keras meja Haruhi dengan kedua tangannya dan menatap gadis yang baru duduk itu dengan serius.

Tentu saja, Haruhi kaget setengah mati dengan sikap anak baru itu. “Ha...hai’..

Tora mengeluarkan secarik kertas dan meletakkannya ke meja Haruhi.

Formulir?

Sebuah formulir pendaftaran masuk klub diberikannya. “Aku mau masuk tim basket Seirin!!”

“E... Heeee??”

 

Apa yang terjadi?? Tiba-tiba Tora meminta bergabung masuk ke tim basket. Mari flashback pada kejadian kemarin hari.

 

Kediaman Tsuchimiya.

Asuna yang telah tiba di rumah, keluar dari mobilnya. Ia mendengar lantunan bola yang persis seperti yang baru saja ia dengar di lapangan basket Touo Academy. Ia telah menduga ada seseorang yang sedang bermain basket di lapangan basket yang ada di rumahnya itu.

Siapa yang bermain? Itu yang terpikir dalam benaknya. Ia anak tunggal, tak memiliki saudara laki-laki yang akan iseng bermain di sore hari di lapangan yang telah lama tak terpakai lagi. Salah satu pelayannya mengabari bahwa ada seseorang yang tak lama tiba di sana sebelum ia tiba. Asuna pun pergi menemui orang itu.

Ara, Tora-kun, hisashiburi[1]! kapan kamu tiba?” Asuna menyapa Kazegawa Tora yang sedang memainkan bola di lapangan basket yang ada di samping rumahnya.

Tora berhenti dribble bola.

Okaerinasai[2], Asuna-nesan,” sapa Tora sopan.

Asuna melihat bola basket yang dipegang Tora. “Wah, kamu juga main basket?” tanya Asuna riang.

Juga? Heran Tora.

“Ah, hanya main iseng-iseng doang,” elak Tora.

“Aah, kenapa akhir-akhir ini aku terus bertemu dengan orang-orang yang bermain basket? Apa akan ada pertandingan besar?” Asuna mencoba menebak.

“Mungkin,” jawab Tora datar. Ia melempar bola ke ring dan masuk.

Asuna tepuk tangan senang. “Wah,Tora-kun hebat!”

Tora mengambil bola itu kembali, memainkannya kembali.

“Tora-kun, kamu masuk sekolah mana?” tanya Asuna setelahnya.

“Seirin,” jawab Tora yang masih sibuk dengan bolanya.

“Hmm... Seirin, ya? Aku kurang tahu,” kata Asuna bingung. Jelas saja karena Asuna baru beberapa minggu di Jepang dan tentu tak terlalu mengenal apa pun di sini.

“Tora-kun, seragamku bagaimana? Cocok tidak? Tahu tidak ini seragam sekolah apa? Touou!!” kata Asuna sangat antusias sambil memamerkan seragamnya.

Tora berhenti men-dribble bola. Ia terkejut mendengar Touou, Touou maksudnya Touou Academy itu bukan?

“Touou Academy kah?” tanyanya.

Ha~i’!

“Asuna-nesan, jangan-jangan kamu pernah dengar nama. . . . . Aomine Daiki?” tanya Tora sedikit tersenyum, namun bukan berarti ia senang.

Sure! We’re classmate! How do you know him?

Tora tak menjawab. Ia melepaskan bola dari tangannya, dan bola itu melompat-lompat lalu berguling mendekati Asuna. Asuna mengambil bola itu. Ia mengambil tasnya dan berjalan ke luar lapangan.

“Eh, Tora-kun mau kemana?” cegah Asuna.

“Maaf, ne-san, ada hal lain yang ingin ku urus. Itekimasu[3].

“Eh? Kok gitu? Gimana dengan yang ingin kamu bilang di email tadi?”

Dari jauh Tora menjawabnya, “Jika ada waktu aku akan mengatakannya. Jaa!

Lagi-lagi Kiseki no Sedai!! Emang benar, aku tak bisa lari dari hal ini! Aku ingin mengalahkan mereka, Kiseki no Sedai! Matte yo, Seijuro Akashi!

 

 

Lapangan basket Seirin di siang hari.

De, minna-san, kita dapat anggota baru. Ayo, perkenalkan dirimu, bung~!” kata Haruhi mempersilahkan Tora bicara di depan semuanya.

Boku wa Kazegawa Tora, kelas 1-C. Untuk ke depannya yoroshiku onegaishimasu!

“Kertas formulirnya udah sama aku, jadi Kazegawa-kun udah sah masuk. Berteman dengan baik, ya, nak!” saran Haruhi sok tua di depan Tora.

“Apa kami boleh tahu alasanmu masuk tim basket? Apa kamu suka basket?” tanya sang kapten.

“Tentu saja aku suka basket. Dan aku sangat membenci orang yang tak mau mengakui usaha kerja keras orang-orang yang ingin bermain basket di pertandingan, karena itu aku ingin membuktikan bahwa aku juga bisa menjadi pemain inti dan mengalahkannya!” kata Tora membara.

“Huwo! Panas kali!” kata Haruhi yang masih di samping Tora. Ia dapat merasakan semangat Tora yang membara.

“Mengalahkannya? Mengalahkan siapa?” tanya Hyuuga kembali.

“Seijuro Akashi.”

“Ooh.... Eh?”

“HEEEEEEEEEEEEEEE...????  SEIJURO.... AKASHIIII??” kaget semuanya.

Mereka menganggap Tora seakan sedang bercanda, melawak agar mudah akrab dengan para senpai namun dari sorot matanya ia sangat serius. Kagami melihat hal itu dari diri Tora. Keinginan yang sama, aura yang sama. Walau ia sendiri juga kaget saat Tora mengatakan dengan mudah nama sang kapten Kiseki no Sedai. Kuroko pun langsung menganga tak menyangka, tak menyangka ada orang yang sama bodohnya dengan Kagami.

“Kazegawa-kun, kapan kamu bertemu dengan kapten Kiseki no Sedai itu? Hal yang langka, lho,” tanya Kouki heran. “Aku saja yang bertemu langsung dengannya membuatku merinding tak dapat bergerak sedikitpun!”

“Ah, waktu pembukaan pertandingan Winter Cup, bukan?” kata Kagami mengingat-ingat.

“Iya. Untung saja saat itu Kagami-kun menepuk pundaku, aku bisa tersadar dari aura yang sangat berat.”

Kouki mengingat kembali saat pertama kali ia bertemu dengan Seijuro Akashi karena disuruh Riko untuk menemani Kuroko yang akan bertemu dengan mantan kaptennya. Dan ternyata, ia salah untuk menemani Kuroko, di sana malah berkumpul semua anggota Kiseki no Sedai dan aura yang terpancar sangat berat dan tak dapat dimasuki oleh sembarang orang. Kagami dengan ringannya menantang sang kapten Kiseki no Sedai. Dan bertanding dengan Seijuro bukanlah hal yang mudah, itulah yang ia rasakan. Namun, ia tak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Tora, anak baru, dan pandangannya hampir sama persis dengan Kagami saat mendengar Kiseki no Sedai.

“Aku pindahan dari Kyoto. Lebih tepatnya dari SMA Rakuzan.”

Mendengar sekolahnya Seijuro yang lain melanjutkan mulut menganganya.

“Huaa...! Gara-gara ayahku pindah kerja, kami move on ke Tokyo,” jawab Tora ringan.

Move on ke Tokyo, move on dari Seijuro Akashi,” kata Haruhi pelan seakan ia memahami move on-nya Tora menghindar dari orang yang ia cintai, eh, bukan! Menghindar, iie, sepertinya bukan menghindar melainkan menjauh dari orang yang tak ia sukai.

“Bukan, bukan, apa yang kamu pikirkan salah, Fukushima,” kata Tora seolah dapat membaca pikirannya Haruhi. Diingatkan, Tora masih berdiri di dekat Haruhi, jadi ia masih bisa mendengar apa yang digumamkan oleh manajer itu. “Sudah kubilang kalau aku pindah karena ikut orangtuaku yang pindah kerja,” jelasnya lagi.

“Hahahaa... iya, iya, ngerti,” jawab Haruhi terbata. Ia malu karena Tora membaca pikirannya yang aneh.

“HUAHAHAHA. . . .” Tiba-tiba Kagami tertawa keras. Ia memegang kepalanya dan masih tertawa terpingkal-pingkal. Semua pada bingung kenapa Kagami tertawa segitu kerasnya, Kuroko hanya tersenyum karena ia mengerti sekali dengan apa yang dipikirkan oleh light-nya.

“Kagami-senpai kalau masih tertawa seperti itu aku denda lima ribu yen!” kesal Haruhi.

“Haahaa... iya, ya, warui, warui[4]. Hanya saja,” Kagami masih berusaha menahan tawanya dan juga menahan uang sakunya agar tak keluar. Ia berjalan menghampiri Tora, menepuk bahu anak baru itu. “Masih terlalu cepat bagimu untuk mengatakan seperti itu...”

Tora menatap Kagami yang lebih tinggi darinya.

“Mengalahkan Kiseki no Sedai,” lanjut Kagami.

Mata Tora terbuka lebar. Dengan Kagami yang berdiri di sampingnya, postur tubuh yang tinggi dan lebih besar darinya. Ia menyadari akan dirinya masih lemah dan tak terlatih. Memang benar apa yang dikatakan senpai-nya, kata-kata Kagami langsung menyemangati dirinya.

Haruhi dan yang lain melihat keduanya �"Kagami dan Tora yang saling memandang satu sama lain, membuat mereka sedikit jijik karena mereka langsung akrab, sesama orang bodoh yang bermimpi akan mengalahkan Kiseki no Sedai.

“Untuk ke depannya, mohon bimbingannya, senpai!” kata Tora semangat, bahkan memberikan hormat pada Kagami dan membuat hidung orang itu panjang.

“Yosh! Bimbingan dari ku akan sangat keras, anak muda! Perjalanan masih panjang, tapi kemenangan selalu ada di depan mata!!” balas Kagami tak mau kalah semangatnya.

Mereka berdua tampak semakin akrab saja. Namun Haruhi tetap tertawa kecil, “Kita punya dua nama yang buas!”

“Yang melatih kalian semua itu aku! Huh, jangan berkepala besar, Kagami-kun,” kata Aida Riko yang baru saja tiba di lapangan lalu memukul kepala Kagami dengan buku catatan.

Tak lama waktu dari kedekatan baka-senpai-kouhai itu, sang pelatih Aida Riko pun tiba dan membuat orang-orang agak terkejut dengan kedatangannya. Haruhi langsung menyambar Riko layaknya adik perempuan yang lekat dengan kakaknya. Riko yang tak punya saudara pun telah menganggap Haruhi seperti adiknya sendiri. Panggilan ‘Riko-ne’ saja membuat para anggota tim basket terkejut. Belum lagi Riko terlihat lebih ramah pada Haruhi yang baru ia kenal dari mereka yang seusia dengannya dan membiarkan manajer baru itu memanggilnya seperti itu. Mereka berpikir, apa mereka juga dibolehkan memanggil ‘Riko-ne’? atau... ‘Riko-nesama’??

“Huh, jadi ini anak baru yang kamu bilang itu, Haruhi-chan?” kata Riko sambil melihat Tora sedikit sinis. “Buka bajumu!”

Heh?

Tora kebingungan dengan kata yang dilontarkan oleh sang pelatih. Ia masih terdiam dan menatap sang pelatih yang manis itu berdiri di depannya. Agak sinis tapi tetap manis, pikirnya.

“Hei, kenapa masih diam?! Apa harus aku ulang lagi, hah?! BUKA BAJUMU!!” Riko meninggikan suara sambil berkacak pinggang, membuat anak baru itu salah paham.

“Heh? Eh? EEHH??? Ke..ke..kenapa harus di sini?” Tora kelabakan dengan perintah Riko. Yang lain pada tertawa kecil dengan tingkah dan muka Tora yang kemerahan. Tora menatap Kagami, sang senpai yang ia hormati. Kagami hanya mengangguk.

“Khuu, Ka~ze~gawa-kun, kalau kamu tak bisa buka baju sendiri, aku bisa bantu~” goda Haruhi.

I..iie, aku bisa sendiri,” tolak Tora gugup. Ia pun membuka seragamnya dan kaos yang ada di dalamnya. Saat akan membuka celana, ia ragu. “A..apa ini juga?” tanyanya semakin kikuk.

Riko mengangguk.

Dengan berat hati, Tora menanggalkan celananya. Saat akan membuka boxer. . .

“He..eh..eh..eh...!! Stop, stop!! Gak semuanya juga kali, mattaku!” sang kapten menyuruh Tora berhenti. Tora kaget, tapi yang paling kaget adalah Riko dan Haruhi yang langsung mengalihkan pandangan. Dan yang lain hanya melongo. Mereka berpikir �"para ichinen lainnya, sewaktu disuruh Riko buka baju gak sampai se-oon-oon itu, sampai berpikir akan membuka boxer juga.

“Be..bego banget,” kata Riko dan Haruhi dalam hati. “Beneran mau dibuka semua.”

Tora yang masih malu karena telanjang.., setengah telanjang di depan yang lain, berusaha menutupi tubuhnya dengan kedua tangannya.

“Riko-ne hanya ingin menganalisa fisik tubuh kamu, Kazegawa-kun, bukan karena... ada apa-apa,” bisik Haruhi dari samping. Tora merasa sedikit lega mendengar penjelasan Haruhi. “Maka dari itu, perlihatkan saja tubuhmu!” tambahnya.

“HEE??”

Perkataan terakhir membuat Tora jadi salah tingkah lagi. Mukanya bertambah merah. Saat melihat sang pelatih melihat tubuhnya, dari pandangannya barulah ia sadar dan mengerti maksud dari menganalisa fisik. Mungkin.

“Akh, rasanya aku pernah lihat angka-angka ini,” kata Riko yang sedang menganalisa Tora, “bakat, kekuatan fisik. Bersyukurlah Kuroko, kamu punya kouhai yang mirip denganmu,” lanjut Riko. Ia celingak-celinguk mencari keberadaan Kuroko. “Lha, Kuroko gak ada ya?”

“Aku ada di sini, Aida-san,” kesal Kuroko yang ada tepat di belakangnya.

“Huwa!! Sejak kapan?? Kamu selalu saja mengagetkanku!” kaget Riko. Ia berencana mengerjai Kuroko, tapi rasanya ia malah dikerjai secara tak sengaja oleh kouhai-nya yang satu itu.

“Barusan, sih,” jawab Kuroko langsung mundur ke belakang, mulai ngambek.

“Hhemm, tapi apa benar sama seperti Kuroko?” tanya Hyuuga tak mengerti.

“Yah, angka yang dipunya Kazegawa melebihi Kuroko, sudah bisa dibilang tubuh atletis. Padahal tingginya sama dengan Kuroko saat kelas satu tapi kekuatan fisikmu melebihi Kuroko. Haha... kau harusnya berbangga, Kazegawa-kun!”

Saat dibandingkan seperti itu, Kuroko bertambah ngambek dipojokan. Yang lain menahan tawa dan membiarkannya seperti itu. Kapan lagi coba mengerjai orang yang hawa kehadirannya selalu tiba-tiba ada dan tiba-tiba menghilang lalu membuat orang-orang terkejut dengan kehadirannya.

Ara? Ternyata tinggimu melebihi Kuroko �"saat kelas satu, tiga senti. Apa kamu bisa main basket? Dengan benar, maksudku,” tanya Riko.

“Tentu saja bisa,” jawab Tora agak gugup.

Ia pun disuruh memakai kembali bajunya dan disuruh shoot. Ia dengan mudah mencetak angka tiga dalam sekali shoot tanpa keraguan. Yang lain menjadi kagum dengannya. Kuroko tak ketinggalan melihatnya, ia sendiri juga terkagum-kagum.

“Hah, untunglah kamu bisa diharapkan padahal baru kelas satu. Sepertinya kamu bisa masuk ke tim inti. Benar begitu bukan, Kuroko-kun?”

Dan kali ini, candaan Riko mengena perasaan Kuroko, dan lagi membuat ia ngambek di pojokan membuat tulisan ‘ku’ di lantai. Kuroko #2 (dibaca: nigou) berusaha menghibur majikannya yang sudah jelas pengen nangis takut digantikan oleh ichinen, namun tetap saja Kuroko tak bergeming.

Melihat Kuroko yang down seperti itu �"dan tak biasa sama sekali, menjadi bahan tawaan tapi tak bisa tertawa lepas takut lebih menyinggung perasaan sang missdirection tersebut. Tora masih saja kebingungan dengan suasana itu. Haruhi ingin saja tertawa, tapi ia tahan dan pergi untuk menghibur senpai-nya itu. Dengan memberikan sebuah permen lolipop yang ia bawa dari rumah. Haruhi malah terlihat sedang membujuk anak kecil dengan permen. Melihat itu gelak tawa Kagami tak bisa tertahan dan membuat yang lain ikut tertawa kencang.

Kuroko tahu kalau itu candaan tapi ia tetap ngambek. Dengan wajah yang masih menunduk, ia mengambil permen Haruhi dan memakannya. Karena senang permennya dimakan, spontan Haruhi mengelus kepala Kuroko layaknya dialah senpai.

De, minna! Sudah-sudah! Lanjutkan latihannya!” kata Riko mengingatkan yang lain agar tak tertawa lagi meski ia masih tertawa kecil.

“Tapi katanya tak boleh latihan?”

“A.. ee, maa, kalau hanya latihan kecil tak apa. Lagi pula karena ada anak baru, setidaknya kita ingin tahu bagaimana anak baru ini bermain basket!”

Mereka pun kembali berlatih. Membuat pertandingan kecil, antara anak kelas satu saja karena mereka sudah bisa dibagi dalam dua tim. Dari sana, Riko dapat melihat kemampuan Tora. Kecepatan larinya, dribble dan shoot-nya malah bagus dan tak seperti amatiran.

“Larinya cepat,” gumam Riko pelan.

“Katanya ia pernah ikut klub lari saat SMP,” jawab Haruhi yang ada di sampingnya.

Sou ka. Oh, iya, aku sudah dapat izin untuk memakai lapangan luar untuk death training minggu besok.”

Yokatta[5]!” seru Haruhi senang. “Pokoknya hari minggu kita tinggal datang aja. Barang-barangnya besok bakal dibawain sama teman Haruhi.”

Mendengar hal itu, Riko bertambah semangat. “Oke!”

Setelah latihan hari ini pun, mereka kembali pulang bersama. Demi keakraban antara senpai-kouhai, juga karena ada anak baru. Awalnya akan memilih tempat kemarin, tapi karena ingin menghemat uang saku salah satu dari mereka mengusulkan kedai ramen. Seperti biasa, Kagami selalu makan dengan porsi yang sangat banyak. Kali ini Tora yang dibuat bingung, aneh dan bangga melihat senpai yang ia hormati itu makan dengan lahapnya.

“Kalau kau ingin sepertiku, aku rasa kau harus makan banyak!” kata Kagami memamerkan porsi makannya.

Karena disarankan seperti itu, Tora mencoba untuk memesan ramen kembali. Mencoba makan seperti Kagami. Dua porsi ramen lewat, dan yang ketiga... ia mulai merasa mual, tapi masih memaksakan agar termakan hingga perutnya benar-benar tak bisa lagi menampung apapun.

“Sebaiknya tak usah ditiru cara makan Kagami-senpai, apalagi porsinya seperti monster!” saran Haruhi pada Tora.

“Apha khau biwhang ha??” kesal Kagami yang masih mengunyah makanannya.

“Tuh, kan! Makan aja mangap-mangap kayak ikan koi, monster ikan koi!!” ejek Haruhi. “Setidaknya bertahap saja, Kazegawa-kun, jangan langsung sekaligus begitu!” tambahnya yang kasihan melihat Tora yang akan muntah.

Tora pun menyerah untuk makan banyak dan pergi ke kamar mandi untuk muntah. Ia benar-benar kekenyangan tak tertahankan!!

“Kasihan anak baru,” kata Haruhi geleng kepala, “Kagami-senpai keterlaluan!”

“Apa hubunganku? Aku hanya memberinya saran!” Kagami membela diri.

“Tapi sesat!”

Haruhi kembali bertengkar dengan Kagami, dan Riko langsung melerai mereka berdua.

“Gak adek, gak kakak sama aja!” kesal Kagami.

Haruhi malah mencibir. “Biarin!”

Setelah selesai makan, dengan Tora yang tersiksa perutnya gegara ngikutin saran Kagami, mereka pulang bersama dan berpisah seperti biasa. Untung saja arah pulang Tora sama dengan Kouki, ia membimbing Tora masuk bus karena perutnya yang masih sakit. Untung saja bukan Kagami, pikir Haruhi, ia takut senpai-nya yang satu itu malah membual kembali dan kata-katanya langsung dipercayai Tora.

“Haruhi-san, aku mau beli vanilla shake sebentar, ya?”

“Kuroko-senpai suka banget sama vanilla shake, ya? Kalau gitu, aku ikut beli.”

Haruhi ikut masuk dan memesan vanilla shake, tapi Kuroko malah membayarkan miliknya.

“He, eh, arigatou, senpai,” kata Haruhi malu-malu.

Mereka pun kembali jalan pulang bersama. Namun tak jauh dari tempat membeli vanilla shake, dari kejauhan terdengar seseorang yang memanggil nama Kuroko. Mereka berjalan dan semakin mendekat.

“Tetsu-ku~n!”

Saat keduanya membalikkan badan, Kuroko langsung dipeluk erat oleh seorang gadis. Haruhi kaget melihat gadis berambut pink panjang itu. Dari belakang diikuti seorang laki-laki berbadan besar dan berkulit coklat. “Yo, Tetsu!” sapanya.

“Aomine-kun, domo,” balas Kuroko. “Momoi-san, tolong lepaskan, pelukanmu membuatku sesak.”

“Tak akan~!” elak Momoi Satsuki. Satsuki malah semakin erat memeluk Kuroko.

Berada di tengah situasi tak ia kenal membuat Haruhi kebingungan. Ia tak tahu harus berbuat apa. Tunggu dulu, Momoi...san? Momoi Satsuki? Aomine... Daiki? salah satu Kiseki no Sedai, bukan? gumam Haruhi dalam hati. Ia pun langsung memberi salam pada Aomine dengan malu-malu menunduk. Momoi malah cemberut melihat Haruhi dan menatapnya penuh curiga, itu membuat Haruhi merinding.

“Tetsu-kun, siapa anak kecil ini?” tanya Satsuki menyindir Haruhi.

A..aku dibilang anak kecil, sedih Haruhi dalam hati.

“Ah, dia manajer baru kami, namanya Fukushima Haruhi,” jelas Kuroko.

“Tak kusangka kau akan berkencan dengan seorang gadis, Tetsu,” kata Aomine sedikit mengejek.

“Manajer baru? Manajer yang kemarin ini �"cewek yang tak seru itu, kemana? Apa ia melepaskan tanggung jawabnya?” tanya Satsuki tetap memasang wajah tak bersahabat pada Haruhi.

I..iie,” Haruhi memberanikan diri untuk berbicara, “Aida Riko-san tetap melatih tim kami, dan untuk segala keperluan manajerial ditangguhkan padaku. Ah, hajimemashite, Fukushima Haruhi desu,” jawab Haruhi sambil memperkenalkan dirinya.

“Apa benar kamu bisa menjadi manajer? Aku meragukannya?” ejek Satsuki. “Lagi pula~ mana mungkin Tetsu-kun jalan bareng sama cewek lain? Tetsu-kun hanya milikku seorang~!” rengeknya masih memeluk Kuroko. Dalam hati, saat Satsuki bilang ia tak mungkin jalan bareng cewek agak menyakitkan baginya sebagai laki-laki normal.

“Yah, jujur aja aku baru pertama kalinya jadi manajer, jadi kalau ada kekurangan mohon bimbingannya,” jawab Haruhi sopan. Sikap Haruhi yang tak emosi membuat Satsuki merasa tak menarik, tak bisa dikerjai seperti Aida Riko yang langsung menantangnya terang-terangan alias tak mau kalah.

“Kalian mau kemana?” tanya Kuroko mencairkan suasana.

“Yah, kami kebetulan lewat sini,” jawab Aomine.

“Dan melihat Tetsu-kun, aku langsung mengejarmu~!”

Ittai yo, Momoi-san,” keluh Kuroko.

Tapi sepertinya kamu menikmatinya, senpai, kata Haruhi dalam hati jengkel. Ia melihat Satsuki sekali lagi. Yah, benar apa yang dikatakan teman seangkatannya di klub basket, ‘seukuran’ dengan Rihara-san. Dan entah kenapa, Haruhi menjadi kesal sendiri.

Naa, bisa beri kami waktu untuk bicara sebentar?” tanya Aomine pada Haruhi.

Haruhi bingung. Ia melihat Kuroko lalu Satsuki yang memberi tanda untuknya menjauh. Shiih-shiih!

Haruhi mengangguk dan menjauh dari mereka bertiga. Sepertinya mereka sedang membicarakan suatu hal yang sangat rahasia, dan hanya mereka bertiga yang mengerti dan hanya untuk mereka saja. Jadi sebagai orang luar, kamu pergi saja! Kesal! teriak Haruhi dalam hatinya. Ia menyedot vanilla shake hingga berbunyi.

Dan tak lama, mereka pun pergi dan melambaikan tangan pada Kuroko.

Jya, mata ne, Tetsu-kun~!” kata Satsuki manja. Lalu melihat Haruhi tajam dari jauh seolah-olah berkata, “Aku tak akan memaafkanmu jika terjadi apa-apa dengan Tetsu-kun-ku!”

He?Hehehe...? Haruhi hanya bisa tertawa dalam hati. Konyol!, komentarnya pada Momoi Satsuki pada pertemuan pertama mereka.

Haruhi mendekati Kuroko dan mereka kembali jalan. “Hmm.. jadi itu, ya, yang namanya Momoi Satsuki-san? Cantik ya?” sindir Haruhi.

“Banyak yang bilang begitu,” jawab Kuroko datar.

Senpai sendiri gimana?” Ia ingin mendengar pendapat dari Kuroko sendiri.

Maa nee.

“Ah, Kuroko-senpai gak asik.” Ia malah seperti tak dapat mengerjai senpai-nya. “Padahal kalian tampak sangat akrab,” sindirnya lagi.

“Ya, kami sudah bersama sejak bermain basket di SMP. Dia partner-ku sebelum Kagami-kun...”

“Bukan, bukan Aomine-san! Maksudku tentang Momoi-san!” kesal Haruhi.

“Ooh...”

“Eh, jangan cuman ‘oh’ aja!”

“Hmm...” jawab Kuroko sambil minum vanilla shake. Ia malah bertingkah kalem di depan kouhai-nya. Dan itu membuat Haruhi semakin penasaran. Ah! Nih orang gak peka banget sih! Atau gak mau menjawab?

“Tapi, entah kenapa cara Momoi-san pada senpai seperti seorang kakak pada adik kesayangannya, menurutku,” Haruhi kembali mengungkit tentang Satsuki.

Sou ka?

“Ah, senpai gak enak dikerjai!”

“Wah, habis?!” Kuroko menggoyangkan gelas vanilla shake-nya yang ternyata sudah kosong. Ia melihat vanilla shake milik Haruhi dengan tatapan penuh harapan.

Haruhi bingung dengan sikap Kuroko yang tak bisa ditebak. “Apa perlu aku balik untuk membelinya lagi?” tawar Haruhi.

“Tak usah. Lagi pula sudah terlalu jauh. Yang ada saja,” elak Kuroko yang masih menatap vanilla shake-nya Haruhi.

Jya...” Haruhi menawarkan vanilla shake-nya yang tinggal separuh. Massaka na, senpai mau minum bekas kouhai-nya? pikir Haruhi tertawa sendiri dalam hati.

Namun pikiran Haruhi salah, Kuroko langsung mengambil vanilla shake yang ada di tangan Haruhi dan langsung meminumnya. Dengan santainya ia jalan kembali meninggalkan Haruhi yang terdiam karena kaget dengan reaksi Kuroko itu.

Itu karena ia polos, atau aku-nya yang polos dengan mudah memberikan minuman itu??! jerit Haruhi dalam hati.

Ugh, kembung, gumam Kuroko sambil mengelus perutnya.

 

 

Sudah jauh dari Kuroko, barulah Satsuki terpikirkan suatu hal.

“Rasanya, aku pernah melihat cewek itu sebelumnya?” ia mencoba mengingat-ingat.

“Siapa? Cewek yang sama Tetsu tadi? Kau cemburu?” ejek Aomine.

“Tentu saja aku cemburu!” kesal Satsuki. “Tapi.. ah, entahlah! Kalau aku ingat juga pasti juga bakal tahu!”

“Kalau tahu pasti ingat suatu hal,” tambah Aomine.

“Siapa. . . ya??” Satsuki mencoba mengingat wajah Haruhi, namun ia malah terbayang wajah Utsushiina Rihara, dan segelintir wajah-wajah yang buram bersama dengan Utsushiina. “Utsushiina?”

“Siapa lagi itu?” bingung Aomine.



[1] Lama tak jumpa

[2] Selamat datang

[3] Aku pergi dulu

[4] Maaf, maaf

[5] syukurlah



© 2014 Aga ALana


Author's Note

Aga ALana
read enjoy~! ^^

My Review

Would you like to review this Chapter?
Login | Register




Share This
Email
Facebook
Twitter
Request Read Request
Add to Library My Library
Subscribe Subscribe


Stats

682 Views
Added on September 28, 2014
Last Updated on September 28, 2014
Tags: fanfiction, sport, teen, comedy


Author

Aga ALana
Aga ALana

Padang, Padang, Indonesia



About
Hi, everyone who loves reading and writing! anything~ ^^ I'm Aga ALana, i'm not pro in writing and not newbie at all, i'm still learning how to be good writer and give good stories to everyone~! I w.. more..

Writing
02 – Class A 02 – Class A

A Chapter by Aga ALana